Fairy’s
King
“Kring....
kring.....kring!” suara jam weker menunjukan pukul 07.00. Tangan
Roy Adwind menghempaskan jam weker kedinding hingga terpecah belah.
Suara pecaha itu membuat ibu tirinya menuju ke kamar Roy. Suara
bantingan pintu yang keras membuat Roy terbangun dari setengah
tidurnya.
“Roy,
kau memecahkan jam weker yang baru kubeli kemarin? Jika kau melakukan
itu lagi, aku tidak akan membelikannya lagi untukmu. Sekarang, cepat
bangun! ” bentak Jane Hara sambil menatap Roy dengan mata ungunya.
Ia memakai baju kuning dan jean biru yang kusam. Rambut pirang yang
terikat seperti ekor kuda bergoyang ria karena hembusan kipas angin.
“Agh.,. kenapa
harus ke sekolah padahal kan hari ini ulangtahunku yang ke 17?
Ayolah Mom, aku ingin bolos untuk hari ini saja.” pinta Roy sambil
melirik ke Jane, tapi Jane malah pergi tanpa menghiraukan permintaan
Roy. Roy pun duduk di kasurnya sambil mengucek mata birunya. Ia
memiliki tubuh jangkung dan kurus, serta berambut coklat. Ia
mengambil kemeja biru dan celana jean biru gelap semata kakinya di
lemari penuh coretan dan stiker – stiker lusuh. Selama 15 menit, ia
selesai mandi dan membersihkan jam weker yang tadi ia sampar. Cahaya
matahari yang memancar dari jendela kamar Roy membuat kamar Roy
terlihat sangat berantakan, Roy mengelengkan kepalanya lalu Ia
membersihkan dan merapikan buku, majalah dan baju yang tergeletak di
lantai dan di atas kasurnya.
“Roy!!
Ayo kebawah, kita makan sama-sama!” suara Jane dari ruang makan.
“YA!”
Dengan bergegas Roy turun kebawah, mengambil tasnya di kursi dan
merapikan rambut depannya dengan tangannya. Seperti biasa Ia tak
pernah menghiraukan rambut bagian belakangnya yang selalu lurus tanpa
di sisir. Cahaya matahari yang menembus dari jendela yang membuat
ruang makan kecil itu sangat megah. Jane menyiapkan roti lapis diatas
piring dan disampingnya segelas susu murni terisi sangat penuh.
“Selamat ulangtahun sayang, dengan ini Pangeran bisa memimpin
kerajaannya ” senyum Jane dengan wajah yang berseri - seri. Roy
hanya membalas dengan senyum manisnya kepada Jane dan Ia pun duduk.
Seperti biasa Jane suka berbicara aneh kepada Roy tentang seorang
Pangeran, Raja, peri dan hal – hal maya yang lainnya. Tapi menurut
Roy, itu adalah hal aneh yang biasa dikatakan oleh ibu tirinya.
Selama makan pagi, tidak ada suara apapun kecuali tetesan air dari
kran cuci piring. Itu pun juga sudah kebiasaan yang dilakukan oleh
keluarga Roy, bukan karena tidak boleh bicara saat makan tapi karena
Roy tidak suka mendengar ibunya bercerita. Dulu Jane pernah bercerita
kepada ia bahwa jika umurnya sudah 17 tahun, ibunya akan menghilang.
Roy hanya mengganggap itu juga termasuk hal-hal aneh yang dimiliki
ibunya.
“Erm.,
Bisakah kau peluk aku untuk terakhirnya, Roy?” tanya Jane sambil
menunduk kebawah. Roy kaget dan memutarkan bola matanya “Mom, kau
aneh”. Jane tertawa paksa dan meminum seteguk air susu.
Keheninganpun terjadi lagi, Roy menggelengkan kepala dan ia menatap
Jane yang terdiam sedih. Roy menghabiskan makanan dan susu yang
disediakan dengan cepat. “Terimakasih atas makanannya. Aku
berangkat, Mom” kata Roy sambil bangun dari tempat duduknya dan
memeluk jane. Ia memakai sepatu olahraga putihnya yang sudah pudar
dan menoleh ke Jane, tapi wajah Jane tetap saja murung. “Kau baik –
baik saja kan, Mom?” Roy mendekat. Jane mengangguk dan menyuruh ia
pergi dengan isyarat tangannya. Roy berjalan ke depan pintu dan
menutup pintu jati itu.
***
Setiap
hari Roy selalu berangkat ke sekolah menggunakan bis. Sampai di
pemberhentian bis, Roy memikirkan kata - kata ibunya tentang akan
lenyap jika umurnya telah 17 tahun. Ia melihat jam tangannya yang
menunjukan pukul 07.35 masih 15 menit lagi bis akan datang, ia pun
kembali ke rumah dengan tergesa-gesa karena takut dengan ucapan
Jane. Ia tidak tahu apa yang menyebabkannya berpikir seperti itu. Ia
berjalan terus hingga 50 m dari rumahnya, ia melihat sesorang yang
memakai baju hitam dan membawa sabit ditangan kanannya , serta
kakinya yang dirantai telah masuk ke dalam rumahnya. Rasa takut Roy
pun muncul, ia takut apakah ibunya dalam bahaya. Ia berlari secepat
mungkin ke rumahnya. Sampai di depan pintu, ia melihat gagang pintu
ada bercak darah yang masih segar, dan tanpa pikir panjang lagi ia
pun membuka pintu dan berteriak “MOM!”. Ia mengelilingi rumahnya
untuk mencari ibunya namun tidak ada tanda-tanda keberadaan ibunya.
Tempat yang belum di lihat adalah kamarnya. Dengan ragu Roy menuju
kamarnya. Sampai didepan kamarnya, digagang pintunya terdapat bercak
darah yang sama, tanpa berfikir panjang lagi Roy membuka kamarnya.
Kamarnya sangat berantakan seperti di aduk – aduk, di sudut kamar
ia melihat ibunya menghadap ke dinding dengan kedua tangan dimukanya
sambil menangis.
“Mom,
kau baik – baik aja?” tanya Roy sambil memegang pundak Jane. Jane
berbalik dan Roy menjerit ngeri tetapi tak ada suara yang keluar dari
mulutnya sambil mundur mengelengkan kepalanya. Wajah ibunya berubah,
matanya besar, kupingnya menjulat keatas seperti Fairy. “Roy?
Kau-kah itu? jangan takut ini hanyalah mimpi. Tidurlah sayang,
tidurlah.” Suara Jane serak dan ia memegang tangan Roy. Mata Roy
terasa berat dan ingin tertidur. Ia pun terjatuh di pangkuan ibunya
dan tertidur. “Kita akan bertemu lagi Roy Adwind”.
aku juara juga ug
BalasHapusmaksudnya?
Hapus